Lihat Blog lain dsiNi

Senin, 15 Maret 2010

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

A. Asal-usul Pendidikan Nonformal
Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan formal lahir didalam kehidupan manusia.
Ø Pengaruh Pendidikan Informal
Pada awalnya, pendidikan nonformal dipengaruhi oleh pendidikan informal yang dipengaruhi oleh keluarga.Pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikapm nilai dan dan kebiasaan orang tua terhadap anaknya.Pola-pola tersebut dari keluarga ke dalam kehidupan kelompok atas dasar wilayah tempat tinggal atau keturunan.
Ø Paruh Tradisi di Masyarakat
Dalam masyarakat terdapat tradisi dan adapt istiadat yang mendorong penduduk untuk berusaha, bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang dianut masyarakat.
Ø Pengaruh Agama
Belajar membaca kitab suci, kaidah-kaidah agama, tata ara sembahyang yang pada umumnya dilakukan di tempat-tempat peribadatan merupakankegiatan pembelajaran yang mendasari situasi pendidikan nonformal.




B. Faktor Pendorong Perkembangan Pendidikan Nonformal
1) Para Praktisi di Masyarakat
Para praktisi pada umumnya terdiri atas para pemuda terdidi, pemuka masyarakat, pimpinan organisasi, guru-guru sekolah dan tenaga sukarela lainnya. Denagn tujuan untuk memberi kesempatan pendidikan kepada masyarakat, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dan menumbuhkan hasrat dan partisifasi masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa. Kegiatan para praktisi di masyarakat ditandai dengan adanya sekian banyak pelaksana yang secara sukarela melakukan kegiatan pendidikan dalam upaya membantu masyarakat untuk melepaskan diri dari ketinggalan.
2) Berkembangnya Kritik terhadap Pendidikan Formal
Gejala-gejala yang mennjukan adanya krisis pendidikan formal yaitu ketidakcocokan antara kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan nyata peserta didik, ketidaksesuaian antara pendidikan dengan perkembangna kebutuhan masyarakat, ketidakseimbangan yang terus menerus antara pendidikan dandunia kerja, ketidakmampuan lembaga pendidikan formal untuk memberi kesempatan pemerataan pendidikan bagi semua kelompok di masyarakat, dan meningkatnya biaya penyelenggaraan pendidikan formal yabg tidak diimbangi oleh kemampuan negara terutama negara sedang berkembang untuk membiayainya. Dengan demikian, pendidikan nonformal menderita kelemahan dalam mengimbangi kecepatan perubahan yang terjadi di luar pendidikan.
a. Philip H. Coombs (1963)
Philip H. Coombs mengatakan, akibat pertambahan penduduk yang mekin pesat untuk memperoleh kesempatanm pendidikan sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh pendidikan formal semakin berat, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk merspon secara tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, kelambatan system pendidikan formal untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di l;uar pendidikan serta kelemahan masyarakat tersendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja makin bebas.
b. Ivan Illich (1972)
Ivan Illich (1972) megatakan, sekolah memonopoli pendidikan dan lebihmenitikberatkan produknya berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penelitian dengan menggunakan angka-angka dan ijazah, mengaburkan makna belajar dan mengajar, jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan serta pemilikan ijazah dan kemampuan lulusan untuk berprestasi dan berinovasi, proses pendidikan dinominasi oleh guru dan pada gilirannya merampas harga diri peserta didik yang akan mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik (kurangnya sikap kreatif dan kritis serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki) serta tumbuhnya ketergantungan peserta didik kepada pihak lain yang dianggap lebih berkuasa.
c. Paulo Freire
Paulo Freire mengatakan, sepanjang adanya kelompok yang menekan dan kelompok yang merasa tertekan dalam suatu masyarakat yang tidak mungkin bisa berkembang secara demokratis, kreatif dan dinamis, ketidakberhasilan sekolah untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memberi kemampuan kepada peserta didik untuk berpikir kritis sehinghga mereka dapat mengenali, menganalisis dan memecahkan masalah yang timbul dalam dunia kehidupannya, situasi pembelajaran di sekolah pada umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta didik, tidak saling belajar dan sekolah lebih menekankan hubungan vertical antara guru dan dosen serta belajar mengajar di sekolah lebih didominasi oleh guru yang cenderung berperan sebagai penekan (oppressor) sedangkan peserta didik cenderung berada dalam situasi tertekan (oppressed).
d. Carl Rogers (1961)
Carl Rogers mengatakan, bahwa proses pembelajaran pendidiksn nonformal berpusat pada guru.


e. Abraham H. Maslaw (1954)
Abraham H. Maslaw mengatakan, bahwa tarap kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan cara-cara baru.
f. Jerome S. Bruner (1966)
Jerome S. Bruner mengatakan, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta didik, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar, serta peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari guiru.
g. B. F. Skinner (1968)
B. F. Skinner mengatakan, bahwwa pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan, kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh pendidik dan bukan oleh bahan dan cara belajar, serta peserta didik dan lulusan kurang tangkap terhadap kenyataan dan masalah yang terdapat dalam lingkungannya.
h. Malcolm S. Knowles (1977)
Malcolm S. Knowles menggabungkan teori psikologi dan pendekatan sistem untuk mengembangkan proses pembelajaran dan beranggapan bahwa, setiap peserta didik memiliki kebutuhan psikologi untuk mengarahkan diri supaya diakui oleh masyarakat, kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk alternative jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Faktor penyebabnya dikarenakan oleh sikap kaku yang terdapat pada pendidikan formal itu sendiri yang lamban untuk melakukan inovasi atau menyerap hal-hal yang baru datang dari luar sistemnya, orientasi terhadap pendidikan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh birokrat atas lebih kuat dibandingkan dengan orientasinya terhadap kenyataan yang terdapat di luar system termasuk ke dalam kepentingan kehidupan para siswa.


3) Para Perencana Pendidikan untuk Pembangunan
a. Masalah Pendidikan di Negara Berkembang
Masalah pendidikan yang berkaitan dengan kependudukan, yaitu: Anak usia prasekolah yang banyak jumlahnya, banyak usia anak sekolah dasar yang tidak tertampung oleh lembaga pendidikan formal yang ada, besarnya jumlah orang dewasa yang tidak mempunyai kesempatan mengikuti pendidikan formal, besarnya angka putus sekolah, besarnya jumlah lulusan suatu jenjang pendidikan yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Arah Pembangunan di Negara yang Sedang Berkembang
Pendidikan nonformal memberi dukungan terhadap pembangunan pedesaan karena program-programnya yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan belajar penduduk pedesaan, memotovasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, menumbuhkan inovasi karena sifatnya, menggunakan sumber-sumber yang terdapat di masyarkat setempat, menjadi forum saling kegiatan belajar bagi masyarakat, mendorong terjadinya komunikasi antar lembaga pemerintah, lembaga swadaya dan pihak-pihak lain yang bergerak dalam kegiatan pendidikan nonformal dan pembangunan masyarakat, lebih murah biaya penyelenggaraannya dibandingkan dengan biaya pengeluaran pendidikan formal.
c. Pendekatan Pendidikan Nonformal terhadap Pembangunan
Pendekatan yang dugunakan pendidikan nonformal terhadap pembangunan ialah pendekatan fungsional. Pendekatan tersebut mengarahkan program-program pendidikan, terutama pelatihan keterampilan untuk mendukung pengembangan fungsi-fungsiekonomi di masyarakat. Tujuh kelompok program pendidikan nonformal meliputi: pendidikan dasar (pemberantakan tuna aksara, motivasi dan orientasi pembangunan) bagi pemuda dan orang dewasa di pedesaan, pendidikan umum yang berorientasi pada dunia kerja dan latihan kerja di sekitar pertanian dan non-pertanian bagi anak-anak putus sekolah dasar dan pemuda, pendidikan keluarga (kesehatan dan gizi keluarga,ekonomi keluarga, keluarga berencana dan sebagainya) bagi kaum ibu dan wanita remaja di pedesaan, latihan usaha tani bagi orang dewasa dan pemuda di pedesaan, latihan produktif di sekitar sektor pertanian bagi mereka yang belum dan telah bekerja atau berusaha, latihan kewirausahaan dan pengelola usaha bagi para usahawan kecil, pemuda, dan pemuda yang belum bekerja, latihan kepemimpinan bagi kepala desa dan staf, pimpinan organisasi pemuda dan wanita serta petugas dan kader pembangunan masyarakat desa.
d. Perluasan Perencanaan Pendidikan untuk Pembangunan
Para perencana pendidikan untuk pembangunan mulai memperluas jangkauan dari pendekatan perencanaan yang berorientasi internasional kepada pendekatan perencanaan yang bercorak regional, nasional dan daerah.
e. Model-model pendidikan nonformal untuk Pembangunan
Pendidikan nonformal sebagai pelengkap pendidikan formal dianut oleh pakar dan perencana pendidikan untuk pembangunan yang beradadi negara industri, pendidikan nonformal yang pararel dengan pendidikan formal dianut oleh Philip H. Coomb dan Lyra Srinivasan menekankan bahwa kedua jalur pendidikan tersebut berjalan berdampingan dan salaing menunjang antara yang satu dengan yang lainnya, pendidikan nonformal sebagai alternative bagi pendidikan formal dianut oleh Paulo Freire, Saul Alnsky, dan jalur Nyrere. Alasan untuk menunjang kebebasan pendidikan nonformal untuk mengembangkan system dan programnya yaitu memantapkan peranannya sebagai pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan serta mengembangkan kemampuan masyarakat dan meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kemampuannya sendiri.
Pendidikan Nonformal dan Peningkatan Mobilitas
Pendidikan nonformal dipandang sebagai upaya alternative untuk memberikan kesempatan peningkatan status kehidupan bagi masyarakat Melalui pendidikan nonformal penduduk miskin dapat mempelajari keterampilan kerja dan usaha sehingga menjadi lebih produktif dan dapat meningkatkan status social ekonomi di dalam masyarakat, untuk menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pembangunaan ekonomi baik di pedesaan maupun di perkotaan, berkembangnya pendidikan nonformal yang berkaitan dengan pembangunan pedesaan, pendidikan nonformal yang berkaitab dengan pembinaan kesatuan dan berpolitik didasarkan atas kesulitan dalam mengembangkan identitas bahasa dan budaya bersama.
Strategi Kebijakan Pendidikan Nnformal dalm Pembangunan
Pendidikan nonformal berintegrasi dengan kegiatan-kegiatan lembaga lain, mengembangkan keterkaitan dengan pendidikan formal, meningkatkan peranannya dalam membelajarkan masyarakat miskin.
Pendidikan Nonformal Berorientasi pada Kewirausahaan
Pendidikan nonformal dapat membina dan mengembangkan kewirausahaan melalui mengintegrasikan materi pembelajaran kewirausahaan ke dalam kurikulum satuan jenis nonformal, kewirausahaan menjadi program pendidikan tersendiri. Wirausaha adalah orang yang mampu mengantidipasi peluang usaha, mengelola SDM guna meningkatkan keuntungan dan bertindak tepat menuju sukses. (Meredith, 1989)

3 komentar: